Selasa, 28 September 2010

Mencari dalam Mungkin

aku selalu dalam khusukku menghitunghitung mungkin. hari ini sambil menyeroki pasir sungai. harapku, kau ada di sana.

Aku menelusup di antara harapan yg kau hitung. Mungkin mulai lindap. Karna waktu terlalu panjang buat menganyam sepi. 

bergantiganti jaman kutelusuri. berubahubah peran kujalani. adamu masih menjelma tiada. tapi asa kusemai tetap. mencari.

Mungkin terlalu jauh kau kembarakan diri. Peka rasamu tak bisa lagi mencium aromaku. Meski hanya semili darimu. 

tidak. pernah sekali kuindera semangatmu, dari pucukpucuk rumput yang bangkit setelah terlibas roda kereta. mungkin salah?

Itu aku, mengilalang saat bumi gersang. Menanti geletar pedang yang memutus masa. Dan aku terlewat (lagi) dari carimu. 

kan kucoba terjemahkan desau angin nanti. siapa tahu kau nyanyi disana. pada kelenting lonceng ramai, atau daun jatuh itu?

Dan saat kautemukan aku, harusnya sepi tak lagi menyeruak dari balik penat. Aku sembunyikan dari sempurnanya senyuman. 

kutau ikrarmu tak lagi maya, sinar bulan tunjukkan jejakmu yang tertutup hasratmu sendiri. barangkali, ini akhir pencarian

Sengaja kutingkap jejakjejak di tanah basah. Dan ilalang kering melayu kelu. Penunjuk arah bagi sang rindu. Sapa aku. 

aku di belakangmu kini. mungkin rinduku sayu. tapi kukenali seretan gaunmu seperti malam pertama kita! menolehlah sayang.

Dan senyum tak perlu kuberi pita. Pencarianmu purna di bawah purnama. Kita lekat oleh dekap yang tertunda lama. 

<sebuah duet antara @therendra dan @no3na>

Potret Hujan


kudapati, kekasih, lembar potretmu terakhir, buram karena airmata yang pernah kuteteskan di sana. ingatkah hujan itu?

Hujan yang kurekam dalam durasi panjang. Menceritakan seluruh kisah. Potret itu hanya bagian kecilnya. Aku takkan lupa

kusisakan airmata untuk kaurajang. masa telah kejam mencerabutmu dariku. hujan sebenarnya menggelayut dalam sanubariku.

Masa tak pernah mencerabutku drmu sayang. Hanya menggodamu dengan jarak. Ia kan tertawa saat hujan membuatmu menangis. 

kau selalu brcanda dengan hujan, sayang. kau lupa? entah berapa purnama sudah aku tak membelai rambutmu? hnya potret saja!

Hujan mengakrabi sendiriku. Membantuku melukis detail wajahmu. Itu yg kini kupajang saat pesanmu lewat di udara basah.

tapi aku tak pernah bersahabat dengannya. hujan selalu mengaburkan bingkai wajahmu. kuharap firasatmu benar tentangnya.

Jgn limpahkan kesalmu pd hujan. Ia selalu bisa memotret kenangan. Dari sekuel ke sekuel. Biarkan ia menjahili harimu.

gelakku selalu tumpu pada leluconmu. aku janji pada potretmu, akan kucari wajahmu di dalam hujan. siapa tahu kau kudapati.

Pegang saja janjiku.Kan ada aku menari di tiap rinainya.Kutembangkan pula cicitan pulang camar laut.Aku merindukanmu.

akan kusibak tirainya begitu kudengar kecipak langkahmu. hujanpun masih sama deras. potretpun sama buram. aku menantimu.

<sebuah duet asyik @therendra dan @no3na>

Kereta Mimpi

Kenapa harus aku yg memulai? Meninggalkanmu, melupakanmu, mengubur segalanya. Aku letih. Kau malah tertidur dgn mimpimimpimu. 

kau lupa? aku berpamitan baik-baik. bahkan kusampirkan sekuntum anggrek kuning di kerudungmu. di kereta itu, mimpi dibeli

Kereta itu hanya membawa tubuhmu. Aku masih hrs membereskan pecahan beling yg kautancapkan. Kau tergesa seakan bersayap. 

semburat lukamu adalah dosaku. padahal sayap inipun rajutanmu. gerbong kita kuisi mimpi agar tuhan padu kabulkannya.

Penatku pekat. Rajutan mimpimu kian berkarat. Masihkah ada aku di situ? Ini musim keempat. Saat keretamu tak jua lewat

bidadari, semai sabar di janinmu. parasmu erat masih, rekat dalam lembar mimpi. kereta ini sarat. jalannya berat.

Aku pernah meminta kepada musim. Memberiku masa tak berbingkai. Entahlah. Tak pernah ia menjawab pinta. Tak mau ia melamur lara.

bagaimana kau memohon doa yang sedemikian lancang? padahal kita hanya titik kecil warna di gaun Tuhan. Ialah mpunya mimpi!

Bagaimana bisa kausebut lancang? Aku meminta bukan memaksa. Bahkan sebutir debu layak memohon. Bahkan sehelai daun boleh berharap

ya. kudengar derumu di sela2 suara kereta! malaikat mencemoohmu sayang. tapi sudah kutimpuk mereka dengan mimpi kita yang awal: abadi

Mimpi kita memadati udara. Kukutipi satusatu rindu yg tersisa. Kusesakkan dlm gerbong kereta. Pulanglah! Aku menantimu 

kuhenti kereta itu. agar mimpi kita endap di angin pagi nanti. aku pulang jelma gemintang. untukmu, rembulan! aku pulang. 

<duet @therendra dan @no3na, 20 09 10>

Minggu, 19 September 2010

Sang Aktor

PRIA tua kembali pada awal pemunculannya:
dengan sebuah topeng tua berlumut

seribu topeng sudah berlalu
kala keriput menandai markamarkanya
agar tak tersesat ia dalam pencarian
lewat sejarah jatidiri

Tapi dengan pongah
sang topeng,
yang kali pertama menemaninya
menolak ia sudah,

hanya karena kisut rupanya!!!
hanya karena tua ia sudah!!!

Lelaki dalam Jubah Laba-laba

Dapatkah sehelai jubah dan topeng
menyimpan rahasia besar identitas?

sedangkan dalam tisikan diam benangbenang, merah dan birunya
selalu berupa hurufhuruf yang mengeja nama pahlawan
dan mengukir kisah ksatria

Bahkan darah yang menodai
jaringjaring nyawa sang jagoan
tak dapat mengakuinya
sebagai orang baik
sebagai orang suci

Membunuh adalah salah
meski itu kau lakukan dengan mata;
lalu ketika ia mengulum airmata
pada deretan norma nurani dan senyum
dan saat ia kira jatuh cinta adalah juga SALAH...,

Siapakah dia saat itu?
Masihkah ia seorang spiderman?
atau hanya seorang lakilaki?

Berakhir. Bahagia.

Mengapa selalu harus berakhir kisahkisah bahagia itu, selalu dapat kau tebak mana akhirnya, kapan berhentinya? Mengapa hanya dalam sebuah kisah sedih kita dapat tertinggal terkatungkatung tanpa arah berharap begitu rupa segalanya segera selesai? Kini, ini malah tak lagi merupa cerita... lebih hanya sederetan lukisan usang tanpa bingkai yang ditempel sembarangan saja pada dinding batu berlumut... kertasnya lapuk oleh waktu, lem perekat yang berupa kebersamaan sedikitsedikit terkuak senti demi senti... hilang bentuknya... 
berubah citranya...

Tentang Gender

kata perempuan itu:
"aku bukan baru pertama kali bertemu dengan pemuda setampan dia, atau secerdas dia, atau seacuh dia, atau seberbakat dia... bukan!
tapi cara dia memandangku. cara dia berbicara. cara dia menjadi.
tapi saat aku memandangnya tidur dalam damai seolah aku hadir bersamanya dalam mimpi itu. saat aku merasakan sentuhannya yang nyaris dingin bak salju dan lembut bak mentega. saat dia menciumku singkat namun padat berjuta rasa ia selipkan padanya.
tapi aroma tubuhnya. tapi suara merdunya. tapi ranum senyumnya.
tapi ia tibatiba menjelma duniaku..."

kata lakilaki itu:
"Hai, aku punya lagu baru. Mau dengar nggak?"